PERMAINAN TRADISIONAL
A. MARGALA, maknai arti pentingnya "kebersamaan"
“Margala” demikian warga bonapasogit (sebutan kampung halaman bagi orang
batak toba) menyebut permainan yang juga merupakan salah satu jenis
olah raga tradisonal daerah batak toba, permainan yang mencerminkan
jalinan kerjasama sebagai gambaran kebersamaan dan gotong royong ini
umumnya digemari oleh sebagian besar kalangan anak-anak maupun remaja di
bonapasogit.
Olah raga atau permainan yang mengandalkan kecepatan kaki dan pikiran
untuk mengatur strategi mengalahkan lawan, tidak mendapat perhatian
serius di daerah bonapasogit.
Sebut saja ketika event-event kenegaraan seperti peringatan HUT
Proklamasi RI di Bonapasogit, kalangan pelajar lebih memilih hiburan
yang mempertontonkan lekuk tubuh yang mengikuti irama music disco dari
pada hiburan rakyat yang mengangkat nilai-nilai kebersamaan dalam seni
budaya batak. Padahal, seperti yang kita ketahui, Indonesia yang kaya
akan Sumber Daya Alam tak luput juga dari ke aneka raman suku dan
budaya.
B. BATU MARSIADA
Permainan "Marsiada" harus mempunyai minimal 10 batu kecil pilihan per orang.
Dan dimainkan secara perorangan maupun group. Mereka menyebut permainan
marsiada ini adalah game Marengka, yang dimainkan di lantai semen
ataupun lantai tanah.
Permainan marsiada adalah permainan lempar-tangkap batu kecil tanpa menyentuh
batu lain. Biasanya permainan ini dimainkan anak laki-laki maupun perempuan
dimana diantar mereka harus mempunyai batu kecil pilihan sebagai taruhan
dalam permainan/ game ini
C. MARJALENGKAT ~ adu ketangkasan
Marjalengkat merupakan salah satu bentuk kegiatan olah raga tradisional
yang dapat dijumpai diberbagai daerah Indonesia dengan nama berbeda.
Seperti di Bengkulu disebut ingkau yang berarti sepatu bambu. Sumatera
Barat dinamakan tengkak- tengkak. Lampung disebut egrang yang berarti
terompah pancung terbuat dari pohon bambu bulat panjang dan di Jawa
Tengah dikatakan jangkungan/egrang yang diambil dari nama burung
berkaki panjang.
Olah raga marjalengkat ini sering dilakukan pada
waktu tempo dulu sebagai ajang adu ketangkasan yang berdaya guna untuk
meningkatkan kemampuan berlari dengan memakai alat bantu dua tongkat.
Biasanya tongkat tersebut terbuat dari batang pohon bambu. Dan jenis
olah raga ini dilakukan pada siang hari. Keseimbangan tubuh sangat
diperlukan. Sebab pada marjalengkat ini kedua
kaki tidak boleh
menginjak tanah. Bagian tubuh hanya dipikul alat bantu dua buah tongkat
dan harus bisa berlari melintasi badan jalan dan bahkan sering
dilakukan melintasi sungai.
Pada akhir- akhir ini marjalengkat sudah
mulai diperlombakan pada even - even budaya yang diperankan kaula
remaja pria maupun wanita. Dilaksanakan di lapangan terbuka. Tempatnya
diupayakan pada tanah datar dan luas. Ukuran lapangan minimum sepanjang
50 meter dan lebar 10 meter yang dibagi 5 garis lintasan, masing-masing
2 meter. Sedang pesertanya dibagi perkelompok, masing- masing 5 orang
yang disesuaikan dengan jumlah lintasan. Sedang alat marjalengkat
dipakai dari bambo sepanjang 2,5 meter. Pada ukuran sekitar 50
centimeter dari bawah dibuat tempat berpijak kaki. Setiap pemain
marjalengkat yang memakai kedua bambu sebagai penyanggah badan harus
sengaja membuat ukuran sepanjang 2, 5 meter supaya tongkat yang dipakai
lebih panjang atau melebihi tinggi kepala. Sebab jika bambu sebagai alat
marjalengkat lebih pendek dari ukuran tinggi dari bagian kepala,
dikhawatirkan dapat mencederai pemain bila terjatuh. Bisa menusuk dan
melukai bagian tubuh yang lemah. Sedangkan dalam pelaksanaan perlombaan
para pemain lomba harus siap mendengarkan aba- aba dari wasit lomba
ketika akan dimulai dengan posisi kedua tangan memegang alat pijakan dan satu kaki (kiri atau kanan) berada di atas tempat berpijak. Aba- aba
“ya” sudah siap untuk lari. Karena penilaian berdasarkan kecepatan waktu
sampai menyentuh garis finis.
Sewaktu pertandingan berlangsung
wasit lomba akan dibantu 2 orang hakim garis yang aktif mengawasi dan
mengikuti setiap peserta lomba dari samping kanan dan kiri di luar zona
lintasan marjalengkat. Para pemain marjalengkat dinyatakan gugur apabila
menginjak garis lintasan atau kaki terjatuh menyentuh lantai lintasan
dan jika mengganggu pemain lainnya sewaktu perlombaan dilakukan serta
melawan hakim pengawas lintasan.
D. MARSITEKKA
Maristekka, merupakan salah satu permainan anak anak yang sangat di gemari di sekolahan dan di depan rumah rumah masyarkat batak. Permainan ini biasanya dilakukan perorangan dan berkelompok. Caranya dengan membuat beberapa kotak persegi empat yang digariskan di tanah dengan pakai kayu atau dari kapur putih untuk berlantai semen.
Permainan 2 orang ini dengan berlomba ada tambahan alat
seperti batu yang di lemparkan ke salah satu kotak, ketika berlomba
dengan melompat lompat di dalam kotak tersebut dengan tidak aturan kaki
peserta tidak mengenai tepi garis kotak tersebut dan melangkahi "batu"
yang disebut "umpan" yang musti di ambil si peserta pada saat memutar
dari ujung kotak.
E. Pat ni Gajah - lomba tempurung kelapa
Permainan dengan memakai potongan tempurung kelapa yang sudah kering dengan bantuan tali yang diikatkan ke lubang tempurung kelapa serta saling berhubungan.
Permainan ini memerlukan kekuatan tenaga yang kuat karena harus berlari di atas ke-2 tempurung yang diikatkan tadi.
Biasanya permainan ini dilakukan beberapa orang dan sering peserta berjatuhan dan putus talinya.
F. Congklak
Permainan Congklak, permainan ini sama juga dengan permainan anak maupun remaja pada umumnya. Permainan yang memerlukan 2 orang dan peralatan congklak serta anak batu. Permainan ini bisa dilakukan dengan wadahnya di tanah dengan cara membuat beberapa lubang.
G. Berenang ~ marlange
Masyarakat batak yang dahulu tinggal di sekitaran Danau Toba pasti bisa berenang bahkan berlomba renang. Kebiasaan mandi setiap hari di danau toba menjadi faktor utama karena kebutuhan sehari hari.
Dari anak anak, remaja sampai orang dewasa semua bisa dan biasa berenang dengan berbagai jenis gaya renang.
H. Marultop ~ Bambu Tembak
Bahan yang terbuat dari Bambu dan pelurunya terbuat dari biji atau buah pohon atau dari gulungan kertas.
Untuk membuat senapan bambu, mereka juga tidak mengeluarkan biaya sama
sekali. Sebab bahan-bahannya dari ranting bambu didapat di pekarangan
atau kebun bambu secara gratis pula. Pletokan dibuat dari bambu,
panjangnya sekitar 30 cm.
Bambu dipilih yang kuat dan tua supaya tidak
cepat pecah. Bambu dibagi dua, satu untuk penyodok, dan satunya lagi
diraut bundar sesuai dengan lingkaran laras dan bagian pangkal dibuat
pegangan sekitar 10 cm.
Peluru dibuat dari kertas yang
dibasahkan, atau juga dari bunga jambu air yang masih muda. Caranya,
kertas di basahi air, lalu di dimasukkan ke lubang laras sampai padat
lalu disodok.
Suara letusan dari laras senapan ini juga tak kalah dengan senjata
mainan yang banyak dijual di toko-toko mainan anak. Bahkan, suaranya
tidak membuat bising dan tidak mengejutkan siapa saja yang mendengarnya.
Sejumlah anak mengaku, jka terkena sasaran senapan bambu, tidak sakit.
Meski gratis, mereka mereka mengaku sangat senang
memainkan permainan perang-perangan dari senapan bambu yang oleh
anak-anak setempat di kenal dengan nama MarUltop
I. KETAPEL
Tentu kita sudah mengenal dan mengetahuinya apa itu Ketapel. Permainan ini biasanya dari potongan kayu atau cabang batang pohon yang dipotong dan di ikatkan dengan karet dan pelurunya dari batu kecil.
Permainan ini bukan untuk perang perangan namun biasanya dibuat untuk berburu burung kalau lagi menjaga tanaman di sawah.